ARAHAN SEKTOR SUMBERDAYA AIR

Arahan Pengembangan dan Pengelolaan Sektor Sumberdaya Air

Dalam pengelolaan sumberdaya air, ada ketentuan penting yang mendasar tentang pola pengelolaan sumberdaya air dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Dalam Pasal 10 disebutkan bahwa :

(1)      Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumberdaya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumberdaya air.

(2)      Pola pengelolaan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah.

Dalam penjelasan UU tersebut dikemukakan bahwa pola pengelolaan sumberdaya air merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah.

Pengembangan sumberdaya air dengan mengedepankan pola pengelolaan yang didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air, adalah salah satu upaya dalam memberikan perlindungan dan pelestarian sumber air yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan dari kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan yang disebabkan oleh tindakan manusia.

Pengembangan sektor sumberdaya air di Kabupaten Ponorogo diarahkan sebagai upaya melakukan pengendalian daya rusak air untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Konservasi sumberdaya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan dan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumberdaya air, melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumberdaya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

Arahan KRP Sektor Sumberdaya Air

Sesuai dengan agenda percepatan pembangunan infrastruktur dan arah pembangunan dan pengembangan sektor Sumber Daya Air dengan sasaran umum terkendalinya keseimbangan lingkungan, meningkatnya kemampuan pemenuhan kebutuhan air baku dan air irigasi, serta pengendalian banjir/kekeringan, maka arahan KRP sektor sumber daya air yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

  1. Arahan kebijakan konservasi kawasan sumberdaya air

Konservasi sumber daya air mutlak dilakukan sebagai upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai bagi pemenuhan kebutuhan yang dapat memberikan manfaat yang sebesar – besarnya terhadap kepentingan masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.. Dalam pengendalian kelestarian kawasan sumber daya air dari kerusakan akibat aktifitas pembukaan dan alih fungsi lahan, perlu dilakukan arahan perencanaan dan program, yang meliputi :

»            Arahan rencana pemulihan kawasan resapan air

–         Rehabilitasi kerusakan disekitar sumber-sumber air dan wilayah rawan longsor, banjir, dan kekeringan,

–         Pengembalian fungsi pada kawasan yang mengalami kerusakan, melalui penanganan secara teknis dan vegetatif

–         Pelestarian dan pengembangan hutan, terutama daerah hulu DAS dengan tanaman keras tegakan tinggi.

»            Arahan rencana pemanfaatan kawasan sekitar resapan air

–         Pengendalian secara ketat (Perda, IMB) dalam penetapan keabadian kawasan resapan air sebagai kawasan yang tidak dapat dialih fungsikan.

–         Pembatasan penggunaan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan pelestarian dan konservasi air.

–         Sistem reward dan punishment untuk mengurangi terjadinya alih fungsi lahan dengan sanksi yang tegas.

  1. Arahan kebijakan pengembangan potensi sumberdaya air

Pembangunan infrastruktur baru dan pemeliharaan infrastruktur sumberdaya air yang sudah ada, sangat diperlukan untuk mengembangkan potensi sumber daya air yang selama ini belum terkelola dengan baik, khususnya pada wilayah-wilayah yang memungkinkan dilakukan pembangunan sarana pengairan baru. Kebijakan pembangunan dan pengembangan infrastruktur ini selain dapat memenuhi kebutuhan air baku, juga akan meningkatkan tingkat produktifitas pertanian dengan ketersedian air irigasi yang cukup yang pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian dan perkembangan wilayah. Dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan sarana potensi sumber daya air, perlu disusun suatu arahan perencanaan dan program, yang meliputi :

»            Arahan rencana optimalisasi dan pengembangan sumber daya air

–         Pembangunan embung/dam penyimpan air

–         Rehabilitasi embung/dam yang sudah ada

–         Pembangunan jaringan irigasi baru dan rehabilitasi jaringan irigasi yang telah ada

–         Pelestarian dan pengamanan kawasan waduk dan Daerah Aliran Sungai (rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan)

»            Arahan rencana pengendalian, pemanfaatan, dan pendistribusian air

–         Pembatasan konsumsi air tanah, yang lebih mengutamakan untuk konsumsi air baku.

–         Menjaga keseimbangan antara pemenuhan jangka pendek dan jangka panjang.

–         Optimalisasi dan pengembalian fungsi jaringan irigasi

–         Peningkatan penyediaan air baku dari air permukaan

ARAHAN SEKTOR SUMBERDAYA ALA

Sumberdaya Hutan

1.  Arahan Pengembangan

Arahan pengembangan sektor kehutanan didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No. 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam berusaha di bidang pertambangan di kawasan hutan terutama bagi pemegang izin atau perjanjian sebelum berlakunya Undang-undang tersebut. Ketidakpastian tersebut terjadi, karena dalam ketentuan Undang-undang tersebut tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan yang berada di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya Undangundang tersebut tetap berlaku. Tidak adanya ketentuan tersebut mengakibatkan status dari izin atau perjanjian yang ada sebelum berlakunya Undang-undang tersebut menjadi tidak jelas dan bahkan dapat diartikan menjadi tidak berlaku lagi. Hal ini diperkuat ketentuan Pasal 38 ayat (4) yang menyatakan secara tegas bahwa pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Ketentuan tersebut semestinya hanya berlaku sesudah berlakunya Undang-undang tersebut dan tidak diberlakukan surut.

Ketidakpastian hukum dalam melakukan kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan tersebut dapat mengakibatkan Pemerintah berada dalam posisi yang sulit dalam mengembangkan iklim investasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk mengubah Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Perubahan tersebut adalah menambah ketentuan bahwa semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian dimaksud.

Sesuai dengan Undang-Undang tentang Kehutanan, penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:

a.   Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;

b.   Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;

c.   Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;

d.   Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan

e.   Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

2.  Arahan KRP

Sesuai dengan permasalahan lingkungan yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya kehutanan di wilayah Kabupaten Ponorogo, maka arahan KRP yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

  1. Arahan Kebijakan Pelestarian Fungsi Kawasan Hutan.

Perkembangan wilayah dan peningkatan kebutuhan ruang dan lahan untuk kegiatan manusia, secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi kondisi kawasan hutan. Semakin tingginya tingkat kerusakan hutan akan menyebabkan menurunnya fungsi dan daya dukung kawasan hutan sebagai daerah resapan air dan konservasi. Dalam pelaksanaan kebijakan pelestarian fungsi kawasan hutan perlu disusun suatu arahan perencanaan dan program, yang meliputi :

»          Arahan rencana penatagunaan kawasan hutan

–         Penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

–         Mempertahankan luas cakupan wilayah kawasan hutan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai.

»          Arahan rencana perlindungan hutan dan konservasi alam

–         Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan dari faktor-faktor penyebabnya.

–         Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar instansi terkait dan mengikut sertakan masyarakat dalam upaya perlindungan kawasan hutan.

–         Memperketat pengawasan dan pelarangan mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; merambah kawasan hutan dan melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; dan 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang.

–         Melarang kegiatan yang dapat merusak kawasan hutan dan memperketat perijinan kegiatan dalam kawasan hutan.

  1. Arahan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan

Tingginya alih fungsi kawasan hutan menjadi kawasan pemanfaatan lain terutama lahan pertanian dan meningkatnya kerusakan kawasan hutan di wilayah Kabupaten Ponorogo menyebabkan menurunnya fungsi dan daya dukung kawasan hutan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan kawasan hutan perlu disusun suatu arahan perencanaan dan program, yang meliputi :

»          Arahan rencana pemanfatan hutan dan penggunaan kawasan hutan

–         Pembatasan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya.

–         Pembatasan pemanfaatan hutan diwilayah sekitar Telaga Ngebel hanya untuk mendukung kegiatan pariwisata dan mempertahankan fungsinya sebagai kawasan lindung.

–         Memperketat pengawasan dan perijinan dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk pemanfaatan dan penggunaan lainnya.

–         Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar instansi serta dengan masyarakat dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan tanpa mengganggu fungsi kawasan hutan.

»          Arahan rencana rehabilitasi dan reklamasi hutan

–         Rehabilitasi  kawasan hutan terutama kawasan kritis dengan kegiatan reboisasi, penghijauan dan pemeliharaan.

–         Melakukan pendekatan partisipatif dalam kegiatan rehabilitasi hutan dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat.

Sumberdaya Lahan

1.  Arahan Pengembangan

Pemanfaatan dan penggunaan lahan harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan, dimana rencana tata ruang merupakan pedoman untuk pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfataan ruang di wilayah Kabupaten Ponorogo. Terjadinya alih fungsi lahan dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya akan menyebabkan menurunnya daya dukung lahan sehingga berpotensi terjadi degradasi lahan. Berdasarkan kondisi dan permasalahan dalam sumberdaya lahan di wilayah Kabupaten Ponorogo, perlu disusun suata arahan kebijakan, rencana dan program (KRP) sebagai dasar arahan untuk penataan dan pendayagunaan pemanfaatan dan penggunaan lahan sehingga dapat mendukung perkembangan wilayah dan fungsi daya dukungnya terhadap lingkungan.

2.  Arahan KRP

Sesuai dengan permasalahan lingkungan yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya lahan di wilayah Kabupaten Ponorogo, maka arahan KRP yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

  1. Arahan Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Lahan.

Berkembangnya kebutuhan lahan untuk kegiatan perekonomian dan pengembangan wilayah telah mendorong terjadinya alih fungsi fungsi lahan yang cukup besar di wilayah kabupaten Ponorogo. Kawasan hutan yang selama ini berfungsi sebagai kawasan konservasi sudah semakin terancam keberadaannya dan telah berubah menjadi lahan pertanian akibat meningkatnya kebutuhan untuk lahan pertanian. Meningkatnya alih fungsi lahan akan menyebabkan kerusakan lingkungan dimana kawasan yang semula merupakan kawasan untuk konservasi menjadi lahan budidaya yang menyebabkan kemampuan tanah meyerap dan menyimpan air menjadi berkurang dan rusaknya struktur tanah sehingga dalam jangka panjang akan berpotensi menyebabkan meningkatnya erosi dan banjir. Dalam pelaksanaan kebijakan pengendalian pemanfaatan lahan perlu disusun suatu arahan perencanaan dan program, yang meliputi :

»          Arahan rencana pengendalian kawasan terbangun

–         Pembatasan pembangunan pada kawasan konservasi dan lahan pertanian produktif.

–         Pengetatan aturan dan perijinan yang berhubungan dengan alih fungsi lahan (Perda, IMB).

–         Sistem reward dan punishment untuk mengurangi terjadinya alih fungsi lahan dengan sanksi yang tegas.

  1. Arahan Kebijakan Peningkatan Daya Dukung Lahan

»          Arahan rencana rehabilitasi dan reklamasi lahan

»          Arahan rencana pemanfaatan lahan sesuai fungsi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Sumberdaya Mineral

1.  Arahan Pengembangan

2.  Arahan KRP

Berdasarkan isu pokok dampak lingkungan yang timbul dengan adanya KRP di sektor pertambangan, maka arahan KRP yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

  1. Arahan Kebijakan Pengembangan Potensi Pertambangan.
  2. Arahan Kebijakan Optimalisasi Pengelolaan Pertambangan
  3. Arahan Kebijakan